Piyu - Padi - Soal Infrastruktur Banyumas

Masih teringat beberapa bulan lalu pengusaha ternama di Purwokerto bercerita agar lahan kosong yang berada di pinggir jalan Jensoed di Pusat Kota Purwokerto, diminta ditutup dengan seng. Bahkan, orang yang meminta itu adalah orang nomor satu di Banyumas, yang saat ini sudah menjadi mantan orang nomor satu. Alasan agar ditutup sederhana.
“Biar lebih rapi,”
Ya, Kota Purwokerto melejit sejak dipimpin Bupati Banyumas Mardjoko. Sebutlah perubahan signifikan mulai dibangunnya Taman Kota Andhang Pangrenan, ide Taman Bale Kemambang yang sekarang terlihat menawan dan tinggal menunggu diresmikan, perbaikan trotoar di Jalan Jensoed dimana jalan yang tadinya searah itu dibuka menjadi dua arah, Jalan dr Angka yang makin lebar, Alun alun Purwokerto yang digubah total, Komplek Jalan Pereng yang dijadikan pusat Kuliner dengan dibangunnya Pratistha Harsa dan sekarang penyelesaian Blok A yang ditujukan untuk menampung PKL.
Kemudian dari sisi infrastuktur, dimulainya pelebaran jalan Gunung Tugel, dibangunnya Jembatan Linggamas. Bahkan, pada masa Mardjoko itu, terlontar ide segar agar tiap ibukota Kecamatan berbenah. Liriklah ibukota kecamatan, seperti di Kecamatan Kedungbanteng, Jatilawang, Patikraja, Sumpiuh, dan Tambak dll.
Sebagai warga Banyumas, perubahan era Mardjoko begitu besar dibanding saat dua periode Banyumas dipimpin bupati Aris Setiono. Bahkan, artis besar yang namanya Piyu, Pentolan Padi, saat datang ke Purwokerto di jaman Aris Setiono, sampai bilang Purwokerto itu hotel dan jalannya cuman itu-itu saja.
“Hotelnya selalu di sini. Kotanya (jalannya) juga itu itu saja,” kata Piyu ditirukan teman saya.
Tentunya, waktu jaman Aris Setiono, hotel memang itu-itu saja. Namun, di era Mardjoko, Hotel berkembang pesat. Sebut Aston, sebagai gedung pencakar langit pertama di Purwokerto. Lalu Santika dimana Mardjoko ikut peletakan batu pertama. Sebentar lagi muncul Super Mall di depan Alun alun. Hebatnya lagi, di sekitar perempatan Palma juga segera dibangun Mall lagi.
Terlepas dari kekurangannya memimpin Banyumas, dia dikenang banyak orang atas perubahan (yang ada di kota Purwokerto) meski ada satu hal yang tetap dikenang sebagai sisi lainnya; gagal membangun pabrik seperti janji kampanyenya.
Maka, tak heran, ketika BPS menyebut lonjakan survei biaya hidup (SBH) Purwokerto tertinggi di Indonesia. SBH tahun 2007 tercatat Rp 2.082.585 dan melonjak menjadi Rp 4.089.099 per bulan pada 2012.
Kini, di tahun 2013 Bupati dan wakil Bupati Banyumas Ir Achmad Husein dan dr Budhi Setiawan telah memimpin Banyumas. Janjinya langsung terealisasi seperti KBS. Orang sakit masuk rumah sakit dijamin Pemkab Banyumas. Kami bangga. Di awal tahun 2014 ini, KBS harus sedikit dibenahi karena muncul BPJS.
Di awal 2014, Husein mencanangkan 2014 sebagai tahun infrastruktur. Ada anggaran Rp 72 milyar untuk infrastruktur. Semoga saja, anggaran masih berlanjut ke tahun tahun berikutnya.
“Kanggo infrastruktur neng tahun 2014 tak prioritasna gedene 72 milyar, harapane angger infrastruktur apik kabeh produksi masyarakat arep gampang gari masarna sebabe dalan lan liane wis kepenak, lan pendapatan masyarakat arep tambah, kegiatan liane juga tambah kepenak,” kata Husein saat mencanangkan Bahasa Banyumasan sebagai dialek resmi yang digunakan tiap Kamis.
Sekarang, masyarakat Banyumas berharap kemajuan infrastruktur. Mulai dari perkotaan, sampai pedesaan. Masyarakat berharap gebrakan nyata soal infrastruktur. Jangan sampai ketika selesai menjabat nanti, Kota Purwokerto dan Kabupaten Banyumas tetap seperti itu-itu saja seperti di jamannya Aris Setiono. Tentunya, saat Piyu, Pentolan Padi, datang ke Kota Purwokerto lagi, dia lebih terkagum-kagum lagi atas perubahan kota Purwokerto dan Banyumas. Salam. (*)

Komentar