Curhat Guru Bergaji Rp 75 Ribu

Siang itu, Jumat, 18 Januari 2013, di Lapangan Desa Notog, kasus Guru Wiyata Bakti dengan gaji Rp 75 ribu per bulan terkuak secara lantang. Bahkan gamblang. Tak tanggung-tanggung, keluhan Guru Wiyata Bakti yang hanya digaji Rp 75 ribu langsung dihadapi Pak Menteri, Agung Laksono. Menteri yang katanya ngurusi Kesejahteraan Rakyat. 
Adalah Kepala SD Negeri Kedungwuluh Kidul, Kecamatan Patikraja, Rusmini Kartinah yang memulai pada siang itu. Dia yang mendapat kesempatan bertanya, langsung mengusung aspirasi guru WB terkait status dan kehidupannya.
Bicara soal gaji guru WB, Kepala Sekolah yang mengaku bergaji Rp 8 juta perbulan ini mencontohkan guru WB di sekolahnya. Dalam setiap bulan, guru WB menerima gaji berkisar Rp 150 ribuan. Angka itu, menurutnya sangat terbatas ketika dihadapkan  kebutuhan kehidupan saat ini.
Masih, kata dia, gaji yang menurutnya terbilang kecil itu masih ada yang lebih memprihatinkan lagi. Dia mencontohkan sekolah lain, meski tidak menyebutkan nama lembaga malahan lebih kecil.
"Malahan ada yang hanya Rp 75 ribu perbulan," kata Rusmini Kartinah,  seraya memperkuat suara yang tersalur lewat microphone agar jelas di dengar oleh Pak Menteri.
Bahkan, waktu itu pula, dalam kesempatan tanya jawab dengan Pak Menteri, Bupati Banyumas waktu itu, Mardjoko malah menjadi moderatornya. Tanya jawab sekedar tanya jawab. Usai dialog, semua kembali pulang ke rumah masing-masing.
Mereka (guru wiyata bakti) yang hanya digaji Rp 75 ribu pun menjalani kehidupannya seperti biasa. Tak mungkin keluhan langsung ditangani. Mereka (guru wiyata bakti) yang hanya digaji Rp 150 ribu juga kembali ke rumah. Mereka (yang gajinya Rp 75 ribu dan Rp 150) terus putar otak bagaimana mencukupi kebutuhan dalam waktu sebulan hanya dengan rupiah yang gampang di hitung itu. 
Namun, esoknya, 19 Januari 2013, dialog itu muncul dalam berbagai pemberitaan di media masa. Bahkan, sampai di televisi. Beritanya besar. Seluruh Indonesia membaca.
Pemkab Banyumas kemudian dibully. Praktisi pendidikan menyayangkan persoalan gaji guru WB yang sangat kecil itu. Intinya : Bagaimana pendidikan maju ketika guru hanya digaji sebesar itu. Padahal, jumlah guru dengan jumlah kecil itu mencapai ribuan di Banyumas. Pemkab pun menata. Menjanjikan gaji guru WB setara UMK.
Sekarang, 12 bulan hampir berlalu. Guru Wiyata Bhakti (WB) di Kabupaten Banyumas boleh jadi semringah ketika membaca Koran Radar Banyumas edisi 11 Desember 2013 dengan judul 'Guru Wiyata Bhakti Tepuk Tangan' di halaman Purwokerto. 
Sah sedikit bersuka cita. Ini diketahui dari adanya anggaran sembilan miliar Rupiah dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2014 untuk program peningkatan kesejahteraan guru WB. Program ini masuk dalam belanja langsung program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Sayang, jumlah sembilan miliar masih belum cukup memenuhi gaji setara UMK sebanyak 2.362 guru WB.  
Ada dua pilihan yang dirancang Dinas Pendidikan. Kepala Bidang Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPTK), Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas H Siswoyo masih merapatkan dengan jajarannya.
Opsi pertama, karena keterbatan dana, Dinas Pendidikan berencana mengubah besaran insentif. Nantinya honor guru WB tidak disesuaikan dengan UMK, namun akan diterapkan asas pemerataan. Jika pemberian honor Guru WB dipukul rata, maka tidak akan ada kriteria tertentu yang dipatok.
Opsi kedua, jika nantinya penghitungan honor WB tetap disetarakan UMK, maka dinas akan membuat perencanaan dan alternatif seleksi yang didasarkan pada kebutuhan.  Yang diutamakan adalah guru yang betul-betul memegang kelas, guru Penjaskes, dan guru Agama.
Lepas dari dua opsi dimana bakal menimbulkan pro kontra, tahun 2014 mendatang sudah tidak boleh ada cerita Guru WB yang hanya digaji Rp 75 ribu, atau bahkan Rp 150 ribu. PR kedepannnya adalah kualtis pendidikan. Jangan sampai lagi ada anak yang tidak hapal Pancasila, namun hapal lagunya Noah. (*)

Komentar