Asyiknya Itu di Perjalanan
Tracking.
Begitulah satu kata yang terucap untuk melintas ke Curug Lumpang. Keberadaan- nya cukup jauh. Ada di lereng Slamet wilayah Barat. Tepatnya, di daerah perbatasan Dusun Gununganyar, Desa Krajan, Kecamatan Pekuncen dengan Kabupaten Brebes.


Lokasi ini menjadi lokasi yang sulit dijangkau. Tracknya menyusuri jalan setapak kampung, setapak kebun bambu yang memanjang, menyusuri sawah, lereng Slamet, sampai masuk hutan
heterogen (hutan asli). Satu lagi, namanya track Sungai Kalibaya kata temen saya yang bernama Rusdiyono, yang wartawan olahraga Radar Banyumas ini.


Bila hendak ke sini, saya sarankan, meminta bantuan masyarakat lokal.
Tak perlu gagah-gagahan dengan mencoba jalan sendiri meski telah
membaca tulisan ini. Sulit menjangkau lokasi karena jarang dirambah. Pun
sebenarnya, menuju ke lokasi ini, harus membuka jalan setapak sendiri
(sebenarnya sudah ada jalan setapaknya sih, cuman tertutup). Kami pun
kalau kesana kembali, mungkin lupa-lupa ingat. Oh ya,
selain asyik di Curug Lumpang (
memang bentuk kolam airnya seperti
lumpang), track menuju lokasi itu yang justru luar biasa.
Sejak
parkiran motor, langsung disuguh dengan track ke pemukiman penduduk.
Sekitar setengah jam lamanya. Nanjak. Bikin ngempos. Bikin asap rokok
yang bolak balik masuk ke tenggorokan mencekik dengan sendirinya (
mulai
kampanye hentikan merokok nih).
Tapi... di track
pemukiman ini, di suguh aneka keaslian penduduk. Mulai dari keramahan
penduduk lokal. Sampai asyiknya makan buah kakao
(bahan dasar coklat).
Keren kan.

Tak itu saja. Ada juga yang menanam pala
mrica, chili (
lombok yang kecil-kecil bingits). Ada juga ratusan tanaman
kopi di situ (tak percaya, ya hitung sendiri yak). Sampai-sampai, ada
sambutan dari kambing milik penduduk (
coz, saat melintas, kambing ini
langsung bilang mbbbeeeeee).

Dari pemukiman penduduk,
giliran hutan bambu menyambut. Garang rutenya. Kalau sendirian, kayaknya
mending mundur. Selain lembab karena basah, juga remang-remang karena
matahari sulit menembus hingga dasar bumi. Bahkan, perjalanan harus
melintas di lorong-lorong kebun bambu yang juga jalan pembuangan air
dari gunung. Tapi, pose di sini asik. Kanan kiri dinding tanah yang
tinggi.

Selesai ngempos di hutan bambu, giliran kaki
dipaksa melompat kecil. Terjerembab ke lumpur sawah. Sandal gunung yang
bermerk seperti
eiger (ups, maaf sebut merk, tapi ini nyata) pun harus
ditenteng dengan gagahnya. Kali ini, bikin ngos-ngosan sebentar. Oh iya,
sebenarnya ada jalan (galengan sawah) yang enak, tapi memutar.

Tapi...
saat baru sampai di tepian sawah tersebut, langsung deh diberi
pemandangan amazing. Sebuah hamparan hutan lereng Slamet ada tepat di
depan mata. Lengkap dihiasi pula dengan selimut kabut tipis yang memutih
suci. Benar-benar asri. Hijau maha luas. Pret, jepret, jangan lupa take
picture.

Sudah-sudah, saatnya masuk ke hutan asli.
Eits, tapi masih ada juga tanaman palawija di sini. Ngossssshh, keringat
langsung bercucur. Kaki langsung dipaksa naik jalan yang ndak mau lurus
(miring terus). Setengah jam lebih melintas. Belum juga ketemu. Baru
semenit kemudian ketemu.

Tapi... di sini juga banyak
disuguh berbagai tanaman yang menghasil- kan. Kebun nangka, cengkeh,
sampai kopi. Yang dahsyat adalah pemandangan alam ke bawah. Patuguran
yang merupakan waduk sampai terlihat kecil di mata ini. Meski sampai
melotot, ya tetep kecil. Satu lagi yak, ada nenek moyang kita yang
berkeliaran. Banyak jumlahnya. Malah rombongan. Namanya monyet. Monyet
ini punya buntut.

Sampai di Curug Lumpang, jangan
byur dulu deh. Istirahat dulu. Kalau badan sudah kering dari keringat,
bolehlah mandi sepuasmu. Melorot dari atas ke bawah juga boleh. Yang
penting, hati-hati kepala terbentur. Asyiknya lagi, adalah saat duduk di
tengah air yang sedang berebut menuju ke bawah. Terimakasih untuk
Ricky, Udin dan Bro Rusdiyono. Jumpa lagi ya di curug lain yang ada di blog saya. Terimakasih sudah berkunjung.
Komentar