Aku akan mengutip tulisan Azrul Ananda soal tulisan "Jangan Ngotot, Wu Wei Saja". http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/14449/Jangan-Ngotot-Wu-Wei-Saja
Ternyata, dampak dan efeknya benar-benar merasuk ke para pembacanya. Bahkan, menjadi tren di status BB teman-temanku pada saat tulisan itu muncul Rabu (18/03/15), nyaris sebulan yang lalu.
Rata-rata banyak yang mengganti status menjadi "Sudah, Wu Wei Saja,".
Aku yang turut membaca juga langsung terhipnotis. Oke. Batinku (sangat) mengiyakan tulisannya. Lets to do, Wu Wei saja. Maka, semua akan lancar. Simple, sederhana, dan pasrah akan irama kekuatan alam yang maha dahsyat.
Penasaran akan makna filsafat itu, aku pun meng-googling arti Wu Wei saja.
Oh ya, apa sih yang tidak ada di Google? Semua ada. Bahkan, langsung muncul ribuan tulisan Wu Wei.
Sudah-sudah. Kembali ke Laptop. # Ekh, maksudnya ke bahasan Wu Wei.
Aku menyimpulkan kalau Direktur Jawa Pos yang keren ini ingin berbagi filsafat yang gampang di cerna. Nyatanya, bos yang tiap hari menimbang berat badan sebelum dan sesudah makan ini sangat lihai mencerna filsafat Tiongkok yang merupakan Konsep dari Taoisme.
Aku saja langsung mumet begitu mengartikan beragam Wu Wei di ribuan tulisan yang ada di Google. Hanya di tulisannya Pak bos yang gemar bersepeda ini aku langsung paham. Kali saja, aku dapat Wu Wei saat membaca tulisannya ya (cgkkkkk).
"(Wu Wei) itu memang tidak bisa didefinisikan secara mudah. Memahaminya harus lewat diskusi-diskusi dan contoh-contoh. Sebab, bisa diartikan ’’melakukan tanpa melakukan’’ untuk meraih yang diinginkan/diharapkan. Intinya, kurang lebih, segala di sekeliling kita ini sudah harmonis. Kalau kita terlalu memaksakan, malah ’’kacau’’. Kalau kita bisa seirama, hasilnya jadi luar biasa," begitu katanya.
Pak Azrul (sebenarnya) aku jadi penasaran konsep Taoisme dengan menjabarkan ke tuntunan-Nya. Sampai aku menulis ini (semalam), aku masih belum menemukan konsep Wu Wei dan penjabarannya. Maka, tulisan ini terhenti sementara di titik setelah kalimat ini.
(Lagi- lagi aku kembali menemukan rasa kebodohanku dan menganggap google yang begitu pintar)
***
Lalu ...
Ingin main bulu tangkis lebih baik? Tawakal saja…
Ingin bekerja lebih efektif? Tawakal saja…
Ternyata wagu (aneh). Konsep Tawakal yang aku pilih karena mirip-mirip dengan Wu Wei, mendadak aneh dengan tulisan Pak Bos yang suka jalan-jalan ini.
Kesannya itu, tawakal dan lebih pasrah. Padahal, kalau secara harafiah (menurut versiku ini), tawakal ya paling pas dengan Wu Wei.
Karena itu, judul pak bos kuganti; Jangan Ngotot, Tawakal Saja.
Nah, lho?
Ya iya, karena Wu Wei juga bisa aku artikan tawakal. Kan, setelah berusaha, maka irama tawakal harus menyertai. Bila merujuk pada pasti-Nya. Maka tinggal Wu Wei. # Ekh tawakal.
Aku sendiri merujuk pada ini:
Di antara ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang urgensi tawakkal (berpasrah) bagi pribadi muslim dalam menjalani kehidupan adalah firman Allah dalam surat at Talaq:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرً
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya, sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu,” (Qs. at Talaq: 3)
Artinya itu, Wu Wei ya bagian dari ketentuan.
Tapi akan kucoba kuganti saja kata tawakal biar ndak wagu! hehe..
***
Kali ini, tiba-tiba teringat omongan mantan bupati Banyumas. Namanya Drs Mardjoko MM. Seringkali saat berbicara di depan umum (saat menjadi bupati), dia menggunakan kalimat Man Jadda, Wa Jadda.
Selain itu, sering pula mangatakan falsafah hidup orang Banyumas bahwa hidup itu harus; temua, temata dan rumangsa.
Aku yang sering mendengarkan ceramahnya maka kuterjemahkan konsep temua, temata, dan rumangsa.
Temua, temata dan rumangsa, menurut Mardjoko, adalah sadar diri.
Siapa kamu dan sedang apa kamu? Lakukan yang terbaik, lalu terima hasilnya dengan gembira.
Sekarang coba ke kata Temua.
Singkat contohnya kalau pelajar, ya yang temua. Sadar diri menjadi pelajar. Seperti melakukan belajar, lalu patuh pada bapak ibu guru, intinya menjalankan etika sebagai pelajar. Lalu kalau kamu seorang pekerja ya melakukan pekerjaan dengan baik, ikut aturan perusahaan, intinya menjalankan etika sebagai pekerja dengan baik.
Kemudian Temata.
Kata temata adalah proses menyesuaikan diri. Apa yang kamu lakukan (dalam tindakan), maka temata (sadar diri). Singkat contohnya, adalah saat pelajar mendapatkan nilai. Kalau memang belajar, dan bisa menjawab soal, maka akan mendapat nilai baik. Bukan kemudian dengan cara mencontek. Kalau dia pekerja, dan telah melakukan yang terbaik maka akan mendapatkan reward yang sesuai (bukan dengan cara licik seperti mengklaim).
Terakhir, Rumangsa.
Kata Rumangsa berada pada level tertinggi atas proses sadar diri. Setelah proses temua dan temata dilakukan. Maka proses rumangsa ini akan turun seperti konsep dari ajaran Wu Wei yang berasal dari Taoisme dimana diartikan ’’melakukan tanpa melakukan’’ untuk meraih yang diinginkan/diharapkan.
Seperti kata Azrul yang mengatakan konsep WU Wei adalah segala di sekeliling kita ini sudah harmonis. Kalau terlalu memaksakan, malah ’’kacau’’. Kalau kita bisa seirama, hasilnya jadi luar biasa.
So, Rumangsa (sadar diri) itu menjadi penjabaran dari Wu Wei. Sadar diri atas segala sesuatu yang kamu lakukan. Sadar diri hanya mengharap atas irama dan kekuatan kuasa_Nya.
Lagi-lagi Kucoba kupadukan dengan kata-kata Bang Azrul.
Pernahkah Anda belajar secukupnya, lalu entah mengapa hari itu Anda begitu mudah menjawab pertanyaan yang sulit?
Pernahkah Anda bekerja, dan hari itu sepertinya membuat keputusan terasa mudah, segala program berjalan lancar, walau rasanya tidak memaksa dan berusaha terlalu keras?
Kalau pernah, mungkin Anda baru saja menerapkan ilmu Temua, Temata, dan Rumangsa.
Cling! falsafah Banyumas yang dikatakan Mardjoko itu adalah penjabaran dari Wu Wei. Selalu sadar diri atas apa yang telah kamu lakukan.
Terakhir, benar juga kata Azrul,
"Jangan terlalu banyak dipikir, jangan terlalu banyak dipusingkan,"
Naik sepeda (temua), pancal-kosongkan pikiran-kayuh pedalnya (temata). Asal latihannya cukup, asal kemauannya kuat, pasti mudah (rumangsa).
Ikut-ikutan akh.. Selamat menjalankan hidup dengan falsafah temua, temata dan rumangsa. Jangan Ngotot. Yang penting, semua se irama antara pikiran dan kesadaran diri. Carilah rezeki yang halal dengan temua, temata, dan rumangsa. Pasti akan Wu Wei saja.
Nah Lho? Tambah mumet kan. Wakaka. (saya memang lagi belajar nulis, maaf Pak Azrul)
Ternyata, dampak dan efeknya benar-benar merasuk ke para pembacanya. Bahkan, menjadi tren di status BB teman-temanku pada saat tulisan itu muncul Rabu (18/03/15), nyaris sebulan yang lalu.
Rata-rata banyak yang mengganti status menjadi "Sudah, Wu Wei Saja,".
Aku yang turut membaca juga langsung terhipnotis. Oke. Batinku (sangat) mengiyakan tulisannya. Lets to do, Wu Wei saja. Maka, semua akan lancar. Simple, sederhana, dan pasrah akan irama kekuatan alam yang maha dahsyat.
Penasaran akan makna filsafat itu, aku pun meng-googling arti Wu Wei saja.
Oh ya, apa sih yang tidak ada di Google? Semua ada. Bahkan, langsung muncul ribuan tulisan Wu Wei.
Sudah-sudah. Kembali ke Laptop. # Ekh, maksudnya ke bahasan Wu Wei.
Aku menyimpulkan kalau Direktur Jawa Pos yang keren ini ingin berbagi filsafat yang gampang di cerna. Nyatanya, bos yang tiap hari menimbang berat badan sebelum dan sesudah makan ini sangat lihai mencerna filsafat Tiongkok yang merupakan Konsep dari Taoisme.
Aku saja langsung mumet begitu mengartikan beragam Wu Wei di ribuan tulisan yang ada di Google. Hanya di tulisannya Pak bos yang gemar bersepeda ini aku langsung paham. Kali saja, aku dapat Wu Wei saat membaca tulisannya ya (cgkkkkk).
"(Wu Wei) itu memang tidak bisa didefinisikan secara mudah. Memahaminya harus lewat diskusi-diskusi dan contoh-contoh. Sebab, bisa diartikan ’’melakukan tanpa melakukan’’ untuk meraih yang diinginkan/diharapkan. Intinya, kurang lebih, segala di sekeliling kita ini sudah harmonis. Kalau kita terlalu memaksakan, malah ’’kacau’’. Kalau kita bisa seirama, hasilnya jadi luar biasa," begitu katanya.
Pak Azrul (sebenarnya) aku jadi penasaran konsep Taoisme dengan menjabarkan ke tuntunan-Nya. Sampai aku menulis ini (semalam), aku masih belum menemukan konsep Wu Wei dan penjabarannya. Maka, tulisan ini terhenti sementara di titik setelah kalimat ini.
(Lagi- lagi aku kembali menemukan rasa kebodohanku dan menganggap google yang begitu pintar)
***
Lalu ...
Ingin main bulu tangkis lebih baik? Tawakal saja…
Ingin bekerja lebih efektif? Tawakal saja…
Ternyata wagu (aneh). Konsep Tawakal yang aku pilih karena mirip-mirip dengan Wu Wei, mendadak aneh dengan tulisan Pak Bos yang suka jalan-jalan ini.
Kesannya itu, tawakal dan lebih pasrah. Padahal, kalau secara harafiah (menurut versiku ini), tawakal ya paling pas dengan Wu Wei.
Karena itu, judul pak bos kuganti; Jangan Ngotot, Tawakal Saja.
Nah, lho?
Ya iya, karena Wu Wei juga bisa aku artikan tawakal. Kan, setelah berusaha, maka irama tawakal harus menyertai. Bila merujuk pada pasti-Nya. Maka tinggal Wu Wei. # Ekh tawakal.
Aku sendiri merujuk pada ini:
Di antara ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang urgensi tawakkal (berpasrah) bagi pribadi muslim dalam menjalani kehidupan adalah firman Allah dalam surat at Talaq:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرً
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya, sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu,” (Qs. at Talaq: 3)
Artinya itu, Wu Wei ya bagian dari ketentuan.
Tapi akan kucoba kuganti saja kata tawakal biar ndak wagu! hehe..
***
Kali ini, tiba-tiba teringat omongan mantan bupati Banyumas. Namanya Drs Mardjoko MM. Seringkali saat berbicara di depan umum (saat menjadi bupati), dia menggunakan kalimat Man Jadda, Wa Jadda.
Selain itu, sering pula mangatakan falsafah hidup orang Banyumas bahwa hidup itu harus; temua, temata dan rumangsa.
Aku yang sering mendengarkan ceramahnya maka kuterjemahkan konsep temua, temata, dan rumangsa.
Temua, temata dan rumangsa, menurut Mardjoko, adalah sadar diri.
Siapa kamu dan sedang apa kamu? Lakukan yang terbaik, lalu terima hasilnya dengan gembira.
Sekarang coba ke kata Temua.
Singkat contohnya kalau pelajar, ya yang temua. Sadar diri menjadi pelajar. Seperti melakukan belajar, lalu patuh pada bapak ibu guru, intinya menjalankan etika sebagai pelajar. Lalu kalau kamu seorang pekerja ya melakukan pekerjaan dengan baik, ikut aturan perusahaan, intinya menjalankan etika sebagai pekerja dengan baik.
Kemudian Temata.
Kata temata adalah proses menyesuaikan diri. Apa yang kamu lakukan (dalam tindakan), maka temata (sadar diri). Singkat contohnya, adalah saat pelajar mendapatkan nilai. Kalau memang belajar, dan bisa menjawab soal, maka akan mendapat nilai baik. Bukan kemudian dengan cara mencontek. Kalau dia pekerja, dan telah melakukan yang terbaik maka akan mendapatkan reward yang sesuai (bukan dengan cara licik seperti mengklaim).
Terakhir, Rumangsa.
Kata Rumangsa berada pada level tertinggi atas proses sadar diri. Setelah proses temua dan temata dilakukan. Maka proses rumangsa ini akan turun seperti konsep dari ajaran Wu Wei yang berasal dari Taoisme dimana diartikan ’’melakukan tanpa melakukan’’ untuk meraih yang diinginkan/diharapkan.
Seperti kata Azrul yang mengatakan konsep WU Wei adalah segala di sekeliling kita ini sudah harmonis. Kalau terlalu memaksakan, malah ’’kacau’’. Kalau kita bisa seirama, hasilnya jadi luar biasa.
So, Rumangsa (sadar diri) itu menjadi penjabaran dari Wu Wei. Sadar diri atas segala sesuatu yang kamu lakukan. Sadar diri hanya mengharap atas irama dan kekuatan kuasa_Nya.
Lagi-lagi Kucoba kupadukan dengan kata-kata Bang Azrul.
Pernahkah Anda belajar secukupnya, lalu entah mengapa hari itu Anda begitu mudah menjawab pertanyaan yang sulit?
Pernahkah Anda bekerja, dan hari itu sepertinya membuat keputusan terasa mudah, segala program berjalan lancar, walau rasanya tidak memaksa dan berusaha terlalu keras?
Kalau pernah, mungkin Anda baru saja menerapkan ilmu Temua, Temata, dan Rumangsa.
Cling! falsafah Banyumas yang dikatakan Mardjoko itu adalah penjabaran dari Wu Wei. Selalu sadar diri atas apa yang telah kamu lakukan.
Terakhir, benar juga kata Azrul,
"Jangan terlalu banyak dipikir, jangan terlalu banyak dipusingkan,"
Naik sepeda (temua), pancal-kosongkan pikiran-kayuh pedalnya (temata). Asal latihannya cukup, asal kemauannya kuat, pasti mudah (rumangsa).
Ikut-ikutan akh.. Selamat menjalankan hidup dengan falsafah temua, temata dan rumangsa. Jangan Ngotot. Yang penting, semua se irama antara pikiran dan kesadaran diri. Carilah rezeki yang halal dengan temua, temata, dan rumangsa. Pasti akan Wu Wei saja.
Nah Lho? Tambah mumet kan. Wakaka. (saya memang lagi belajar nulis, maaf Pak Azrul)
Komentar