Ujungan, Ritual untuk Meminta Datangnya Hujan yang Menjadi Warisan Kerajaan Kuno

Pemilik blog (kanan) saat berusaha keras menghindari kencangnya sabetan dari wartawan Tempo, Aris Andriant
 
Alkisah, di Kademangan Gumelem, sebuah bilah rotan menjadi alat berperang bagi dua orang. Keduanya saling sabet di bagian kaki. Satu orang lagi, yaitu wasit memimpin jalannya perang. Perang sebagai perwujudan cipta, rasa dan karsa manusia dalam meminta datangnya hujan pada sang pencipta.


Begitulah ritual ujungan yang merupakan warisan dari kerajaan Islam Mataram Kuno yang masih tercipta sampai sekarang di Desa Karangjati, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara.

"Di Kademangan Gumelem yang saat ini menjadi wilayah di Kecamatan Susukan. Dan salah satunya di Desa Karangjati, Ritual Ujungan memang berada di bawah budaya kademangan Gumelem. Tradisi ujungan sendiri hidup dan berkembang di wilayah kademangan Gumelem yang ikonnya, atau pusatnya ada di Desa Gumelem. Tapi, ini adalah tradisi warisan kerajaan Islam Mataram Kuno yang terus dipertahankan oleh masyarakat desa Karangjati," kata Ketua Panitia Karangjati Gumregah 2015.
Saling sabet. Entah waktu itu saling kena atau tidak? 

Lompatan tinggi
***

Untuk cerita historis lainnya, pasti sudah banyak yang nulis. Pantengin aja. Cerita selanjutnya adalah cerirta yang berbeda kok gaes. Wkwkw

***

Ok. Itu adalah cerita yang terus diwariskan dan harus dipertahankan sampai anak cucu. Saya sendiri mengetahui ritual #ujungan sejak tahun 2011. Saat itu, teman saya yang bernama Kristiono Hadi Pranoto, yang mengajak hampir seluruh fotografer di Banyumas Raya untuk memotret seni yang unik. Seni yang secara kasat mata seperti berada di luar Jawa.

Waktu itu sendiri, saya menulis untuk tempat kerja saya.

Kini, di tahun 2015, saya kembali melihat tradisi itu. Saya nonton. Saya memotret kembali. Akh, memang saat sudah mengetahui hal yang sama, sensasinya sedikit berkurang. Itu pasti. Tapi, bagi saya. Nggak tahu bagi yang lainnya. Hehe..

Ditengah rasa sensasi yang berkurang, saya mengajak teman saya, Aris Andrianto, dari wartawan Tempo wilayah Banyumas untuk menjajal ikut ritual Ujungan. Tapi, dianya masih nggak mau. Di akhir acara, justru dia yang menggebu dan ngotot untuk ikut ritual.

Dipakaikan pakaian adat

untung perut masih kecil. jadi pakaian adatnya masih masuk
Ayo, kita duel kang.

***

Akhirnya, kemarin saya merasakan sensasi yang justru luar biasa saat ritual ujungan itu digelar.

Sensasi menggunakan pakaian adat ritual ujungan. Sampai, benar-benar didoakan sama orang yang memakaikan pakaian. Percaya atau tidak, saat memainkan ritual ujungan itu, sorak sorai penonton terdengar lirih. Tapi, suara gamelannya yang terdengar kenceng. Aku masih sadar-sesadarnya. Sempat berbincang juga dengan lawan saya, Aris.

***

Usai ritual, kami bersalaman. Tanda bahwa arena sabet itu hanya di panggung lapangan. Yang tersisa adalah nafas yang ngos-ngosan. Kami yang ikut merasakan ujungan tanpa emosi saja lelah. Bisa dibayangkan mereka yang benar-benar ritual meminta hujan dengan dengan emosi sesaat saat bertarung, tentu lebih lelah lagi.
saking takutnya, saya bisa melompat lebih tinggi kayak lagunya so7

salaman bro

say hai ke penonton

***

Have a Nice day. See you next trip gaes. Yang ingin jalan-jalan sama saya dan mendatangi lokasi di blog saya, tinggal call di 0856-4773-2345

Komentar