yang punya blog lagi narsis |
purwokertolantai2
#bukittranggulasi
#bukittranggulasi
Semalam (1/5), saya bersungkur di atas matras. Di kegelapan malam di sebuah puncak bukit, mata yang sudah terkantuk masih memaksa diri untuk melihat bintang yang sebegitu dahsyat bertebaran di langit yang maha meluas.
Seketika, obrolan langsung meluncur dari mulut saya tentang bintang.
"Diatasnya bintang itu ada apa ya. Begitu jauhnya bintang itu berada," sebut saya.
"Sudah-sudah, ndak tambah kentir. Genah maring ngeneh rep ngademna awak. Disambi udud bae (sudah-sudah, nanti malah tambah edan mikiri bintang. Kita kesini kan mau enjoy. Sudah merokok saja)," timpal Amin Bellet, salah satu temanku yang sama-sama tersungkur di satu matras lainnya.
Ya, malam itu, awalan obrolan yang sudah saya luncurkan tiba-tiba saja ditutup seketika. Tak ada lagi kata yang terucap soal bintang. Selesai.
Bintang berpendar yang menjadi warna kehidupan di angkasa nan pekat pun pasti sakit ketika obrolan ditutup. Meredup sang cahayanya, tapi setia menemani saya dan kawan-kawan dalam kesedihan hingga esok hari.
Kami berdua lantas bangun dari matras untuk duduk kembali. Pun demikian dengan dua teman saya, yang rupa-rupanya sama-sama sedang tersungkur menahan hawa (agak) dingin yaitu Novi Arifin dan Wahyu Setiya Putra. Keduanya bergegas merapikan badan untuk duduk melihat pijaran api unggun yang membesar karena hempasan udara malam.
***
Semua diam. Tapi, semua sadar bahwa kedatangan ke puncak bukit yang disebut Bukit Tranggulasi ini ditujukan untuk melepas lelah dari seabreknya aktivitas keseharian. Kebetulan, malam itu adalah malam kami (saya dan novi arifin satu kantor) sedang libur. Lalu, malam tanpa agenda bagi Amin Bellet. Plus, malam di saat Wahyu pulang tugas dari Jakarta ke Purwokerto.
Sebelumnya, untuk merencanakan ke bukit yang juga berjuluk Purwokerto Lantai 2 (hastag #purwokertolantai2), selalu saja gagal. Mulai dari rencana mau kapan camping, kemudian ada saja yang membuat tertunda, sampai dengan cuaca yang tak menentu.
Pernah, kami merencanakan siang hari. Sempat terlaksana ba'da Jumatan. Sayang, perjalanan tersebut diiringi hujan angin dan gemuruh besar. Sampai-sampai, hanya beberapa menit di puncak. Ibaratnya, hanya singgah dan menghabiskan bekal air sampai 20 tegluk. Wkwkwk
Tapi, di malam kemarin itu, semua seolah luar biasa!
Karena saya sering baca tulisannya Azrul Ananda, Direktur Jawa Pos yang doyan sepedaan itu, saya pun mengistilahkan diri mendapat Wu Wei Azrul Ananda versi kedua. Saya kagum sama tulisan Wu Wei Azrul. Sungguh mudah dicerna hingga akhirnya saya bisa mengatakan (seolah-olah) mendapat Wu Wei di malam yang penuh bintang di sebuah puncak bukit yang penuh dengan padang ilalang ini.
***
Kenapa (seolah-olah) merasa mendapat Wu Wei?
"Diatasnya bintang itu ada apa ya. Begitu jauhnya bintang itu berada," sebut saya.
"Sudah-sudah, ndak tambah kentir. Genah maring ngeneh rep ngademna awak. Disambi udud bae (sudah-sudah, nanti malah tambah edan mikiri bintang. Kita kesini kan mau enjoy. Sudah merokok saja)," timpal Amin Bellet, salah satu temanku yang sama-sama tersungkur di satu matras lainnya.
Ya, malam itu, awalan obrolan yang sudah saya luncurkan tiba-tiba saja ditutup seketika. Tak ada lagi kata yang terucap soal bintang. Selesai.
Bintang berpendar yang menjadi warna kehidupan di angkasa nan pekat pun pasti sakit ketika obrolan ditutup. Meredup sang cahayanya, tapi setia menemani saya dan kawan-kawan dalam kesedihan hingga esok hari.
Kami berdua lantas bangun dari matras untuk duduk kembali. Pun demikian dengan dua teman saya, yang rupa-rupanya sama-sama sedang tersungkur menahan hawa (agak) dingin yaitu Novi Arifin dan Wahyu Setiya Putra. Keduanya bergegas merapikan badan untuk duduk melihat pijaran api unggun yang membesar karena hempasan udara malam.
***
Semua diam. Tapi, semua sadar bahwa kedatangan ke puncak bukit yang disebut Bukit Tranggulasi ini ditujukan untuk melepas lelah dari seabreknya aktivitas keseharian. Kebetulan, malam itu adalah malam kami (saya dan novi arifin satu kantor) sedang libur. Lalu, malam tanpa agenda bagi Amin Bellet. Plus, malam di saat Wahyu pulang tugas dari Jakarta ke Purwokerto.
Sebelumnya, untuk merencanakan ke bukit yang juga berjuluk Purwokerto Lantai 2 (hastag #purwokertolantai2), selalu saja gagal. Mulai dari rencana mau kapan camping, kemudian ada saja yang membuat tertunda, sampai dengan cuaca yang tak menentu.
Pernah, kami merencanakan siang hari. Sempat terlaksana ba'da Jumatan. Sayang, perjalanan tersebut diiringi hujan angin dan gemuruh besar. Sampai-sampai, hanya beberapa menit di puncak. Ibaratnya, hanya singgah dan menghabiskan bekal air sampai 20 tegluk. Wkwkwk
Tapi, di malam kemarin itu, semua seolah luar biasa!
Karena saya sering baca tulisannya Azrul Ananda, Direktur Jawa Pos yang doyan sepedaan itu, saya pun mengistilahkan diri mendapat Wu Wei Azrul Ananda versi kedua. Saya kagum sama tulisan Wu Wei Azrul. Sungguh mudah dicerna hingga akhirnya saya bisa mengatakan (seolah-olah) mendapat Wu Wei di malam yang penuh bintang di sebuah puncak bukit yang penuh dengan padang ilalang ini.
***
Kenapa (seolah-olah) merasa mendapat Wu Wei?
keindahan di bukit #purwokertolantai 2, atau biasa disebut bukit #tranggulasi |
"Karena camping saya tanpa agenda. Dilakukan tiba-tiba. Kumpul sangat cepat. Semua (teman Novi Arifin, Amin Bellet, Wahyu Setiya Putra) kompak. Mudah Dihubungi. Saat terkendala peralatan camping, semua terpenuhi seadanya dengan cepat. Apalagi, sebelum saya berangkat camping, saya sudah menemani anak dan istri jalan-jalan. Sungguh waktu yang klop,"
"Rasa cemas saya hilang begitu tiba di lokasi. Rintik gemiris di perjalanan keberangakatan sirna di puncak bukit. Berganti bintang maha banyak. Bulan yang hendak bundar ikut-ikutan menemani. Puncak Gunung Slamet pun terang dan terlihat sampai ke asap-asapnya,"
"Pagi harinya, kabut yang hendak menutup Gunung Slamet terbang dan memberi kesempatan saya memotret keindahan yang begitu luar biasa. Perapian yang sempat padam, mudah dinyalakan lagi. Batere kamera habis tepat pada waktunya. Untung sudah mendapat ratusan foto di puncak bukit,"
***
Saya kira, tiga paragraph itulah yang membuat saya mengatakan mendapat Wu Wei. Sama seperti contoh yang diungkap Azrul Ananda saat menulis (baca; Ayrton Senna, Tuhan, dan Common Sense)
Berikut penggalan tulisan yang saya Copy;
Saat babak kualifikasi Grand Prix Monaco 1988, di jalanan yang begitu sempit dan berliku, Senna pernah menunjukkan ’’keajaiban’’. Para pengamat F1 bilang, lap kualifikasi Senna di lomba tersebut adalah yang terbaik dalam sejarah, paling mengagumkan dan sulit dipercaya.
Dia mencatat waktu hampir 1,5 detik lebih cepat dari rekan setimnya sendiri, Alain Prost. Di Formula 1, atau balapan apa pun, sangat-sangat sulit bagi seseorang untuk melaju begitu jauh di depan rekan sendiri menggunakan mobil yang sama! Apalagi ini melawan rekan sehebat Alain Prost (yang kemudian jadi juara dunia empat kali).
Menurut Senna, lap tersebut dia jalani seperti tanpa sadar. Dia begitu fokus, begitu ngebut, kemudian dia seperti mengalami out of body experience.
’’Tiba-tiba saya menyadari kalau saya tidak lagi mengemudikan mobil secara sadar. Saya seperti mengemudikannya menggunakan insting, saya seperti berada di dimensi yang berbeda. Rasanya seperti berada di dalam terowongan, dan seluruh sirkuit seperti berada di dalam terowongan. Saya terus melaju, dan terus melaju. Saya sudah jauh di atas batas kemampuan, tapi saya masih mampu melaju lebih jauh.Lalu, tiba-tiba lagi, seperti ada yang membangunkan saya. Saya menyadari bahwa saya sedang berada di atmosfer yang berbeda. Segera saja saya menahan laju mobil. Saya segera kembali ke pit, dan saya tidak mau keluar lagi ke lintasan hari itu…
Saya merasa takut, karena saya sadar saya baru saja menjalani sesuatu yang di luar kesadaran dan pemahaman saya…’’Bagi saya (Azrul), itu merupakan contoh konkret wu wei. Melakukan tanpa melakukan, mencapai sesuatu yang luar biasa seperti tanpa memaksakan diri. Dan itu sesuatu yang tidak mungkin dicapai kalau kita tidak fokus, tidak memaksakan diri, dan tidak bekerja keras.
Melihat rekaman video lap Monaco 1988 itu, sampai hari ini saya merinding. Membayangkan mobil McLaren-Honda yang dikendarai Senna melaju keliling sirkuit, tapi ’’nyawa’’ orangnya justru sedang ’’mengawang’’ di udara.
Dan salah satu kutipan Senna yang paling terkenal, mungkin terinspirasi dari kejadian ajaib hari itu…
’’Dengan kekuatan pikiran, determinasi yang tinggi, insting, dan juga pengalaman, kita bisa terbang begitu tinggi…’’***
Sama seperti Senna. Saya pun telah mencapai puncak bukit Tranggulasi karena mendapat Wu Wei. Melakukan tanpa melakukan, mencapai sesuatu yang luar biasa seperti tanpa memaksakan diri. Dan itu sesuatu yang tidak mungkin dicapai kalau kita tidak fokus, tidak memaksakan diri, dan tidak bekerja keras.
***
Akhirnya, tulisan saya ini juga saya anggap mendapat Wu Wei (sambil nyengir lagi). Sebelum menulis tentang paragrap-paragrap ini, saya menyempatkan ke belakang dan dapat ide untuk mengawali tulisan dari kata bintang.
Awalnya, tentu saja saya ingin menulis Keindahan Purwokerto Lantai 2 dari Bukit Tranggulasi. Tapi entah mengapa, tulisannya malah menjadi tulisan Wu Wei lagi. Wkwkwk
Tapi, saya yang selalu ingin mendapat Wu Wei di kesempatan apapun itu juga terus belajar. (Janji deh tulisan next trip ; adalah Purwokerto Lantai 2 yang benar-benar indah : http://tangkaspamujiecotourism.blogspot.com/2015/05/empat-keajaiban-panorama-alam-di-bukit.html)
***
"Rasa cemas saya hilang begitu tiba di lokasi. Rintik gemiris di perjalanan keberangakatan sirna di puncak bukit. Berganti bintang maha banyak. Bulan yang hendak bundar ikut-ikutan menemani. Puncak Gunung Slamet pun terang dan terlihat sampai ke asap-asapnya,"
"Pagi harinya, kabut yang hendak menutup Gunung Slamet terbang dan memberi kesempatan saya memotret keindahan yang begitu luar biasa. Perapian yang sempat padam, mudah dinyalakan lagi. Batere kamera habis tepat pada waktunya. Untung sudah mendapat ratusan foto di puncak bukit,"
***
Saya kira, tiga paragraph itulah yang membuat saya mengatakan mendapat Wu Wei. Sama seperti contoh yang diungkap Azrul Ananda saat menulis (baca; Ayrton Senna, Tuhan, dan Common Sense)
Berikut penggalan tulisan yang saya Copy;
Saat babak kualifikasi Grand Prix Monaco 1988, di jalanan yang begitu sempit dan berliku, Senna pernah menunjukkan ’’keajaiban’’. Para pengamat F1 bilang, lap kualifikasi Senna di lomba tersebut adalah yang terbaik dalam sejarah, paling mengagumkan dan sulit dipercaya.
Dia mencatat waktu hampir 1,5 detik lebih cepat dari rekan setimnya sendiri, Alain Prost. Di Formula 1, atau balapan apa pun, sangat-sangat sulit bagi seseorang untuk melaju begitu jauh di depan rekan sendiri menggunakan mobil yang sama! Apalagi ini melawan rekan sehebat Alain Prost (yang kemudian jadi juara dunia empat kali).
Menurut Senna, lap tersebut dia jalani seperti tanpa sadar. Dia begitu fokus, begitu ngebut, kemudian dia seperti mengalami out of body experience.
’’Tiba-tiba saya menyadari kalau saya tidak lagi mengemudikan mobil secara sadar. Saya seperti mengemudikannya menggunakan insting, saya seperti berada di dimensi yang berbeda. Rasanya seperti berada di dalam terowongan, dan seluruh sirkuit seperti berada di dalam terowongan. Saya terus melaju, dan terus melaju. Saya sudah jauh di atas batas kemampuan, tapi saya masih mampu melaju lebih jauh.Lalu, tiba-tiba lagi, seperti ada yang membangunkan saya. Saya menyadari bahwa saya sedang berada di atmosfer yang berbeda. Segera saja saya menahan laju mobil. Saya segera kembali ke pit, dan saya tidak mau keluar lagi ke lintasan hari itu…
Saya merasa takut, karena saya sadar saya baru saja menjalani sesuatu yang di luar kesadaran dan pemahaman saya…’’Bagi saya (Azrul), itu merupakan contoh konkret wu wei. Melakukan tanpa melakukan, mencapai sesuatu yang luar biasa seperti tanpa memaksakan diri. Dan itu sesuatu yang tidak mungkin dicapai kalau kita tidak fokus, tidak memaksakan diri, dan tidak bekerja keras.
Melihat rekaman video lap Monaco 1988 itu, sampai hari ini saya merinding. Membayangkan mobil McLaren-Honda yang dikendarai Senna melaju keliling sirkuit, tapi ’’nyawa’’ orangnya justru sedang ’’mengawang’’ di udara.
Dan salah satu kutipan Senna yang paling terkenal, mungkin terinspirasi dari kejadian ajaib hari itu…
’’Dengan kekuatan pikiran, determinasi yang tinggi, insting, dan juga pengalaman, kita bisa terbang begitu tinggi…’’***
Sama seperti Senna. Saya pun telah mencapai puncak bukit Tranggulasi karena mendapat Wu Wei. Melakukan tanpa melakukan, mencapai sesuatu yang luar biasa seperti tanpa memaksakan diri. Dan itu sesuatu yang tidak mungkin dicapai kalau kita tidak fokus, tidak memaksakan diri, dan tidak bekerja keras.
***
Akhirnya, tulisan saya ini juga saya anggap mendapat Wu Wei (sambil nyengir lagi). Sebelum menulis tentang paragrap-paragrap ini, saya menyempatkan ke belakang dan dapat ide untuk mengawali tulisan dari kata bintang.
Awalnya, tentu saja saya ingin menulis Keindahan Purwokerto Lantai 2 dari Bukit Tranggulasi. Tapi entah mengapa, tulisannya malah menjadi tulisan Wu Wei lagi. Wkwkwk
Tapi, saya yang selalu ingin mendapat Wu Wei di kesempatan apapun itu juga terus belajar. (Janji deh tulisan next trip ; adalah Purwokerto Lantai 2 yang benar-benar indah : http://tangkaspamujiecotourism.blogspot.com/2015/05/empat-keajaiban-panorama-alam-di-bukit.html)
***
amin bellet (tidur), wahyu (kriting), novi arifin (jongkok) |
Komentar